PILIH NEGARA/WILAYAH ANDA

Rangkuman Klinis

LATAR BELAKANG

Terdapat 8-17% prevalensi alergi lateks karet alam di tempat kerja. Banyak fasilitas kesehatan ragu-ragu untuk beralih menggunakan produk non-lateks karena biaya yang terkait dengan perubahan ini.

GAMBARAN UMUM

Tiga fasilitas kesehatan (Rumah Sakit Perawatan Tersier, Rumah Sakit Berbasis Masyarakat, dan Klinik Pasien Rawat Jalan) di Georgia dibandingkan dalam hal jumlah petugas yang harus dinonaktifkan sepenuhnya atau sebagian agar fasilitas ini mencapai “titik impas” untuk beralih dari sarung tangan lateks ke lingkungan aman bebas lateks. Biaya dan penggunaan sarung tangan, biaya diagnosis, biaya penonaktifan kerja, serta biaya lainnya yang dikecualikan dipertimbangkan dalam analisis.

HASIL

Jika hanya mempertimbangkan biaya dari sarung tangan lateks ke non-lateks, maka setiap fasilitas akan mengalami kenaikan biaya. Jika mempertimbangkan biaya sarung tangan non-lateks serta probabilitas/kemungkinan petugas kesehatan dinonaktifkan sebagian atau sepenuhnya karena alergi lateks karet alam, maka setiap fasilitas akan lebih untung dari segi biaya akibat beralih ke sarung tangan bebas lateks.

KESIMPULAN

Untuk Rumah Sakit Perawatan Tersier yang paling banyak menggunakan sarung tangan steril/non-steril, agar mencapai “titik impas” karena beralih ke lingkungan sarung tangan bebas lateks, sebanyak 1,07% (5 orang) dinonaktifkan sepenuhnya karena alergi lateks alam atau (lebih mungkin) 1,88% (9 orang) dinonaktifkan sebagian. Dengan melibatkan semua faktor yang ada, penelitian ini membuktikan bahwa lebih menguntungkan dari segi biaya bagi ketiga fasilitas ini agar beralih ke lingkungan aman dari lateks dengan menggunakan sarung tangan non-lateks.

By: LTC Daniel J. Reese, DE USA: COL Robert B. Reichi, DE USA; COL Judith McCollum, DE USA

LATAR BELAKANG

DDalam kurun 1990-an, alergi lateks menjadi wabah baru. Pada tahun 1987, CDC memerintahkan penggunaan Alat Pelindung Diri bagi setiap petugas kesehatan yang berpotensi melakukan kontak dengan cairan tubuh. Pada tahun 1982, OSHA menetapkan standar patogen yang Ditularkan Melalui Darah. Dengan semakin banyaknya sarung tangan yang dibutuhkan dan diproduksi, proses produksi pun diubah dan mulai menyertakan lebih banyak zat kimia yang dihasilkan untuk beragam protein.

GAMBARAN UMUM

Artikel ini memberikan gambaran umum tentang semua masalah, pengujian, hambatan biaya, dan strategi pencegahan lateks. Terdapat tiga jenis reaksi yang berbeda terhadap Sarung Tangan Lateks. Kelompok individu yang paling tertinggi risikonya terserang alergi Lateks Karet Alam (NRL) adalah petugas kesehatan, anak yang menderita spina bifida, dan pekerja yang memproduksi produk NRL. Selain itu, terdapat dugaan korelasi kuat bahwa penderita alergi makanan berisiko tinggi terserang NRL. Untuk itu, Petugas Kesehatan dianjurkan waspada dan memiliki pengetahuan mendalam tentang perawatan, gejala, tanda, serta konsekuensi potensial dari alergi lateks.

HASIL

Artikel ini membahas implikasi Klinis dan Biaya jika alergi lateks tidak diatasi. Secara klinis, sarung tangan sudah ditetapkan sebagai sumber terbesar paparan lateks di bidang kesehatan. Karena itu, petugas kesehatan diimbau mempertimbangkan untuk beralih ke sarung tangan non-lateks. Pengelola layanan kesehatan dianjurkan untuk mempertimbangkan semua variabel dari implikasi alergi lateks pada karyawannya di luar biaya semata, dan mempertimbangkan istirahat bekerja akibat alergi lateks bagi pekerja berdasarkan undang-undang kompensasi pekerja.

KESIMPULAN

Lingkungan layanan kesehatan merupakan ancaman terbesar bagi penderita alergi NRL. Pengelolaan manajemen risiko menyarankan agar berpindah ke tempat kerja bebas lateks untuk mencegah sensitisasi karyawan dan pasien terhadap lateks, dan juga untuk menghindari kemungkinan ganti rugi.

By: V.J. Lewis, M.M.U. Chowdhury, and B.N. Statham

LATAR BELAKANG

Sebanyak 50 pasien alergi NRL (Lateks Karet Alam) ditindaklanjuti dengan survei melalui pos untuk mengetahui apakah mereka mengalami perubahan gaya hidup atau kualitas hidup sejak diuji dan didiagnosis positif mengidap NRL selama periode 1994-2003.

GAMBARAN UMUM

Survei melalui pos ini dikirimkan kepada 50 pasien yang telah diuji dan didiagnosis mengidap alergi NRL. Pertanyaan yang diajukan kepada pasien adalah: apakah mereka mengalami perubahan terkait gejala, pekerjaan, alergi makanan lainnya, dan gaya hidup sejak didiagnosis.

HASIL

(72%) 36 dari 50 pasien responden survei terus melakukan kontak dengan lateks. 42% berprofesi sebagai perawat dan 61% berprofesi sebagai petugas kesehatan. Dari semua responden yang secara rutin melakukan kontak dengan lateks, sebanyak 85% melaporkan perbaikan gejala alergi dengan beralih ke sarung tangan bebas lateks. Sebanyak 58% merasa bahwa atasan mereka menunjukkan pengertian dengan membantu mengatasi alergi mereka, sedangkan 25% lainnya terpaksa berganti pekerjaan karena alergi NRL.

KESIMPULAN

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pekerja, dokter gigi, dan dokter masih belum memiliki pengetahuan yang baik tentang alergi NRL serta cara membantu karyawan dan pasien mereka. Mereka membutuhkan edukasi lebih mendalam dan kesadaran akan alergi umum ini tentang cara mengatasi kebutuhan perawatan pasien mereka. Sekitar 33% pasien mengalami kesulitan dengan reaksi alergi lateks saat mengunjungi dokter mereka. Juga penting agar atasan, dokter gigi, dan dokter memenuhi kebutuhan karyawan mereka di tempat kerja.

Download Clinical Summary as a PDF
By: Sultan Al-Otaibi, Susan M. Tarlo, and Ronald House

LATAR BELAKANG

Penelitian ini dilakukan untuk mengamati pasien klinik alergi yang didiagnosis menderita alergi lateks karet alam. Setelah pasien didiagnosis, dampak terhadap Kualitas Hidup (QOL) mereka ditinjau.

GAMBARAN UMUM

Kuesioner dikirimkan kepada 56 peserta yang didiagnosis menderita kontak dermatiti, kontak urtikaria, angioedema, rhino-konjungtivitis, dan anafilaksis. Responden kemudian diminta untuk memberikan nilai pada skala 0-6 tentang efek alergi lateks mereka terhadap berbagai kegiatan yang penting bagi QOL mereka serta tingkat keparahan dan frekuensi gejala mereka terkait QOL.

HASIL

Dari 56 kuesioner yang dikirimkan, 31 kuesioner diisi dan dikirimkan kembali. Sebanyak 30 dari 31 responden merupakan petugas kesehatan. Sekitar 43% pasien yang mengaku menderita anafilaksis melaporkan nilai "3" atau lebih tinggi pada "perasaan tertekan atau cemas" karena reaksi alergi lateks. Sebanyak 13 dari 31 responden berganti pekerjaan karena reaksi alergi mereka. Sebanyak 17 pasien (55%) melaporkan bahwa rekan kerja mereka berubah dari menggunakan sarung tangan serbuk lateks karena rekan kerja yang sensitif terhadap lateks.

KESIMPULAN

Beberapa waktu setelah diagnosis alergi lateks, dampak pada QOL pasien lebih sedikit. Hasil positif pada penelitian ini menunjukkan bahwa bahkan dengan berbagai manifestasi alergi/sensitivitas lateks, tidak ada signifikansi substansial terhadap QOL. Sebagian besar pasien mampu melakukan perubahan dalam pekerjaan mereka dan/atau tempat kerja mereka mampu melakukan perubahan untuk menghindari lateks karet alam guna mengakomodasi kebutuhan mereka.

Download Clinical Summary as a PDF

By: E. Turillazzi, P. Greco, M. Neri, C. Pomara, I. Riezo, V. Fineschi

LATAR BELAKANG

Begitu banyak kelompok individu yang berisiko mengalami reaksi lateks anafilaksis selama prosedur bedah dan medis. Salah satu di antaranya adalah kelompok yang bekerja di bidang ilmu kandungan dan kebidanan. Prosedur terkait kandungan dan kebidanan berkontribusi sekitar 50% dari semua reaksi lateks.

GAMBARAN UMUM

Penulis meneliti alergi lateks yang tidak terdiagnosis pada seorang ibu hamil berusia 33 tahun yang mengalami reaksi lateks anafilaksis selama menjalani operasi caesar. Saat menjalani pembedahan, sehari setelah operasi caesar, dia kembali mengalami reaksi lateks anafilaksis yang menyebabkan serangan jantung. Pasien diketahui tidak memiliki alergi lateks sebelum menjalani operasi caesar ketiganya dan bedah lanjutan setelahnya. Penyebab kematiannya dilaporkan adalah syok anafilaksis fatal yang disebabkan oleh lateks. Penelitian ini mengamati semua faktor yang dapat berkontribusi pada alergi lateks tidak terdiagnosis dan faktor yang menyebabkan risiko tinggi reaksi lateks pada pasien dokter kandungan dan kebidanan.

HASIL

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pasien dokter kandungan dan kebidanan berisiko sedemikian tinggi mengalami anafilaksis lateks. Perempuan secara alamiah rentan terhadap benda-benda NRL (Lateks Karet Alam) di tempat kerja dan kehidupan sehari-hari. Faktor lainnya adalah paparan lateks pada saat pemeriksaan vagina dan persalinan vagina melalui kontak mukosa. Terakhir suntikan oksitosin untuk meningkatkan kontraksi rahim dapat berpotensi menyebabkan terlepasnya fragmen lateks dari rahim ke aliran darah.

KESIMPULAN

Dokter disarankan untuk mengamati beberapa faktor medis pada pasien mereka sebelum menjalankan prosedur kebidanan dan kandungan. Pasien yang pernah menjalani beberapa prosedur bedah serta pasien yang mengidap alergi buah (seperti chestnut, buah ara, pisang) berisiko lebih tinggi terserang alergi lateks. Syok anafilaksis yang disebabkan lateks sulit untuk didiagnosis karena begitu banyak indikator yang identik dengan indikasi klinis lainnya, dan karena serangan tertundanya setelah prosedur bedah dimulai.

By: C. Karila, D. Brunet-Langot, F. Labbez, O. Jacqmarcq, C. Ponvert, J. Paupe, P. Scheinmann, J. de Blic

LATAR BELAKANG

Sebanyak 68 anak dilaporkan ke Departemen Pneumologi dan Alergologi Pediatrik di Paris, Prancis karena terjadinya anafilaksis selama anestesi umum. Penelitian ini mengamati berbagai tes untuk mengetahui zat apa menjadi penyebab reaksi ini.

GAMBARAN UMUM

Selama periode 1989-2001, sebanyak 68 anak dites karena mengalami syok anafilaksis selama dalam pengaruh anestesi umum. Penelitian ini mengamati obat mana yang terlibat dan apakah penting untuk menjalankan tes kulit guna menangani prosedur anestesi ke depannya.

HASIL

Dalam temuan penelitian selama 12 tahun itu, sebanyak 51 anak didiagnosis menderita anafilaksis yang diperantarai oleh IgE. (60,8%) atau 31 anak alergi terhadap agen penghambat neuromuskular (NMBA) dan (27%) atau 14 anak alergi terhadap lateks. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa 1 dari 2100 prosedur anestesi menyebabkan kejadian anafilaksis yang diperantarai IgE. Jumlah ini jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan.

KESIMPULAN

NMBA dan Lateks merupakan dua kontributor terbesar terhadap reaksi anafilaksis yang diperantarai IgE pada anak. Penggunaan lateks sebaiknya dihindari saat mengoperasi anak yang menjalani rangkaian prosedur bedah dibawah pengaruh anestesi. Penelitian ini juga menemukan bahwa ada baiknya untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis anestesi dan spesialis alergi setelah anafilaksis terjadi, dan setelah tes kulit yang positif guna mencegah kembali terjadinya kejadian ini.

Download Clinical Summary as a PDF

By: I. Murat and A. Greco

LATAR BELAKANG

Risiko kematian akibat anestesi cukup rendah. Terdapat laporan morbiditas/mortalitas pada bayi berusia kurang dari satu tahun yang terkait dengan anestesi. Sekalipun kasus mortalitas akibat anestesi pediatrik terbilang rendah, hal ini seharusnya tidak menjadi satu-satunya indikator faktor risiko untuk anestesi pediatrik.

GAMBARAN UMUM

Fokus tinjauan ini adalah untuk mengamati semua risiko dan faktor yang berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas anestesi pediatrik dan untuk mempertimbangkan usulan pencegahan yang mungkin. Faktor risiko yang diamati pada anestesi pediatrik adalah: serangan jantung, bradikardia selama operasi, komplikasi pernapasan, kurangnya estimasi penilaian darah yang hilang, dan inhalasi cairan lambung. Semua kejadian ini lebih tinggi pada anak berusia kurang dari 1 tahun.

HASIL

Anestesi Regional diamati mempunyai tingkat keberhasilan sangat tinggi saat praktik anestesi yang tepat dijalankan. Diamati saat meninjau penyebab kematian karena anestesi pediatrik, (waktu dan pemberian transfusi darah serta hipernatremia iatrogenik) bahwa dokter spesialis anestesi berpengalaman dan tidak berpengalaman sebaiknya diberikan edukasi tambahan tentang praktik terbaik saat ini serta juga mempertimbangkan reorganisasi praktik mereka saat ini.

KESIMPULAN

Faktor yang membantu menurunkan risiko anestesi pediatrik adalah dokter spesialis anestesi yang meluangkan sebagian besar waktunya untuk menganestesi anak-anak. Kejadian komplikasi pada anestesi pediatrik menurun dari 7 kasus pada 1000 pasien saat dokter spesialis anestesi merawat kurang dari 100 pasien anak menjadi 1,3 kasus pada 1000 pasien saat dokter spesialis anestesi merawat lebih dari 200 anak dalam setahun. Beberapa perbaikan praktik lainnya dalam anestesi telah menurunkan risiko dan komplikasi secara keseluruhan. Penggantian halotan ke sevofluran, dianjurkan untuk anestesi regional pada anak-anak, serta pemantauan yang lebih baik dan anestesi lokal terbaru di pasar.

By: F. Delaunay, V. Blasco

LATAR BELAKANG

Dalam periode 5 tahun, terdapat 2 kasus syok anafilaksis selama operasi caesar yang terkait dengan alergen lateks di Guadeloupe (Hindia Barat Prancis). Penelitian lebih lanjut diputuskan untuk dilakukan pada masalah lingkungan lebih lanjut serta prosedur bedah yang dapat berdampak pada reaksi ini.

GAMBARAN UMUM

Dua kasus syok anafilaksis dilaporkan terjadi selama operasi caesar akibat lateks. Penyebab kejadian ini harus diselidiki lebih lanjut mengingat tidak ada riwayat alergi lateks yang dilaporkan.

HASIL

Penelitian ini mengidentifikasi kebutuhan lebih jauh untuk menginvestigasi bahwa sensitivitas lateks dapat terjadi jauh lebih sering karena keberadaan atau kontrak dengan pohon Hevea brasiliensis dan/atau buah-buahan tropis. Pohon Hevea brasilensis merupakan tanaman umum di wilayah Hindia Barat.

KESIMPULAN

Riset ini menyimpulkan bahwa penelitian lebih lanjut harus dilakukan di negara-negara tropis dengan faktor lingkungan lanjutan yang mungkin mengakibatkan alergi lateks. Selain itu, riset ini juga mengidentifikasi efektivitas biaya dan kebutuhan bahan non-lateks di bangsal persalinan. Kondisi ini dapat berujung pada penarikan lateks dari bangsal persalinan dan/atau memberlakukan strategi pencegahan yang sesuai.

Download Clinical Summary as a PDF
By: H. Hollnberger, E. Gruber, and B. Frank

LATAR BELAKANG

Penelitian investigatif pada anak laki-laki berusia 8 tahun yang menjalani pembedahan elektif dan mengalami kasus syok anafilaksis yang parah. Syok anafilaksis tersebut disebabkan oleh alergi lateks, tetapi tidak diketahui oleh dokter sebelum pembedahan.

GAMBARAN UMUM

Kejadian syok anafilaksis yang parah adalah 1:6000 dalam anestesi umum atau 1:7741 pada anak-anak. Pada anak-anak, sebanyak 76% kasus anafilaksis terkait dengan lateks dan 95% disebabkan oleh relaksan otot. Laporan kasus ini mengamati semua faktor yang membuat petugas kesehatan, anak-anak, orang dewasa, dan anak-anak yang menderita spina bifida mulai menjadi sensitif terhadap lateks.

HASIL

Anak-anak penderita Spina Bifida berpeluang 72% mengalami hipersensitivitas lateks. Anak-anak yang pernah menjalani satu operasi atau lebih sebelum usia 6 bulan berpeluang 25% mengalami hipersensitivitas lateks. Orang yang alergi dengan buah tertentu, petugas kesehatan (dokter, perawat di ruang operasi, dan Anestesi tertinggi) berpeluang sekitar 5-17% terserang alergi lateks. Adapun pasien yang menjalani 8 prosedur bedah atau lebih berisiko lebih tinggi mengalami alergi lateks alam.

KESIMPULAN

Anak berusia 8 tahun tersebut tidak memiliki riwayat menderita alergi sensitivitas lateks, tetap dianggap berisiko tinggi karena jumlah prosedur bedah yang telah ia jalani. Meskipun reaksi anafilaksis tergolong langka selama anestesi, alergi lateks menyebabkan terjadinya sebagian besar kasus ini dan mempunyai tingkat kejadian morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Alergi buah juga meningkatkan potensi alergi lateks. Dokter sebaiknya menanyakan tentang alergi makanan dan total pembedahan yang pernah dijalani. Rumah sakit juga sangat dianjurkan untuk hanya menggunakan protokol bebas lateks sebagai prosedur operasi standarnya.

Download Clinical Summary as a PDF
By: Mathilde de Queiroz MD, Sylvie Combet MD, Jerome Berard MD PhD, Agnes Pouyau MD, Helene Genest RN, Pierre Mouriquand MD PhD and Dominique Chassard MD PhD

LATAR BELAKANG

Prevalensi alergi lateks karet alam (NRL) atau hipersensitivitas langsung pada anak-anak bervariasi tergantung pada populasi dan metodologi deteksi. Anak-anak dengan profil risiko alergi NRL yang tinggi meliputi penderita spina bifida, anak-anak yang pernah menjalani prosedur bedah saat baru lahir, dan anak-anak lain yang seringkali menjalani pembedahan. Pada tahun 1997, seorang anak berusia 2 tahun yang menjalani prosedur darurat kecil meninggal dunia karena syok anafilaksis lateks yang diikuti dengan dua kasus anafilaksis serius lainnya.

GAMBARAN UMUM

NRL umum ditemukan di rumah sakit yang berisiko mengancam jiwa. Alergi NRL merupakan penyebab kedua terjadinya reaksi anafilaksis selama operasi. Implementasi lingkungan bebas lateks merupakan strategi penting untuk meminimalkan kasus terserang sensitisasi lateks dan kemungkinan reaksi anafilaksis.

HASIL

Pada tahun 2002, rumah sakit menerapkan strategi penghindaran lateks. Lima tahun setelahnya, tidak ada lagi catatan kasus anafilaksis akibat lateks pada pasien atau petugas kesehatan, dalam lebih dari 25.000 prosedur bedah yang telah dilakukan. Biaya tambahan yang muncul dalam perubahan ke lingkungan non-lateks diimbangi oleh peniadaan pengujian alergen, berkurangnya rawat inap di rumah sakit karena kejadian alergi, dan berkurangnya kompensasi pekerja.

KESIMPULAN

Alergi NRL merupakan risiko kesehatan yang signifikan dan kontak dengan lateks sebaiknya dikurangi terutama pada bayi baru lahir, anak-anak, petugas kesehatan, dan semua penderita atopi. Penghindaran lateks sepenuhnya di ruang operasi dan area perioperatif merupakan langkah yang paling efektif.

Download Clinical Summary as a PDF
By: K. Blumchen, P. Bayer, D. Buck, T. Michael, R. Cremer, C. Fricke, T. Henne, H. Peters, U. Hofmann, T. Keil, M. Schlaud, U. Wahn & B. Niggemann

LATAR BELAKANG

Anak-anak penderita spina bifida (SB) berisiko menderita alergi lateks. Dalam grup Charite, sebelum konsep bebas lateks diperkenalkan, anak penderita SB menunjukkan hampir dua kali kasus atopi dibandingkan anak lainnya dan tingkat kejadian sensitisasi 50% dengan 33% anak penderita SB yang mengalami alergi lateks klinis. Bedah non-lateks diterapkan 10 tahun lalu untuk anak penderita SB yang menghasilkan penurunan kejadian sensitisasi dan alergi di kelompok ini.

GAMBARAN UMUM

Lateks Karet Alam (NRL) sangat umum ditemukan di rumah sakit yang berisiko mengancam jiwa. Alergi NRL merupakan penyebab kedua terjadinya reaksi anafilaksis selama operasi. Implementasi lingkungan bebas lateks merupakan tindakan terpenting untuk meminimalkan kasus terserang sensitisasi lateks dan kemungkinan reaksi anafilaksis.

HASIL

Sebanyak 120 anak penderita SB berusia 6 bulan hingga 12,5 tahun dievaluasi antara September 2005 dan Oktober 2006. Semua pasien ini dibandingkan dengan 87 pasien penderita SB yang lahir sebelum profilaksis bebas lateks diterapkan di Jerman (1994) dan yang menjalani bedah di lingkungan belum bebas lateks. Hanya 5% anak penderita SB yang menunjukkan IgE lateks berbanding 55% dari kelompok kontrol yang mencapai 10 kali lebih banyak. Alergi lateks yang relevan secara klinis juga lebih rendah, hanya 0,83% (1/120) berbanding 37,2% (32/86) di kelompok kontrol. Prevalensi penyakit alergi dan atopi lateks pada anak penderita SB yang dioperasi di lingkungan bebas lateks sebanding dengan populasi tertimbang 12.403 anak.

KESIMPULAN

Sensitisasi NRL secara dramatis berkurang di lingkungan bebas lateks. Ini merupakan contoh pencegahan primer apabila anak penderita SB tidak tersensitisasi melalui kontak jaringan langsung. Implementasi lingkungan bebas lateks untuk anak penderita SB sejak hari pertama dilahirkan mencegah sensitisasi alergi maupun alergi terhadap lateks yang relevan secara klinis.

Download Clinical Summary as a PDF
By: Antonio Nieto, MD, Angel Mazón, MD, Rafael Pamies, MD, Amparo Lanuza, MD, Alberto Muñoz, MD, Francisco Estornell, MD, and Fernando García-Ibarra, MD

LATAR BELAKANG

Anak-anak penderita spina bifida (SB) berisiko menderita alergi lateks. Artikel ini meninjau prevalensi sensitisasi lateks pada anak penderita SB yang diperlakukan hanya dengan sarung tangan non-lateks selama 6 tahun setelah penggunaan non-lateks di rumah sakit La Fe, Spanyol dibandingkan kelompok kontrol yang lahir sebelum pencegahan primer non-lateks diimplementasikan.

GAMBARAN UMUM

Alergi Lateks Alam (NRL) sangat umum ditemukan di rumah sakit yang berisiko mengancam jiwa. Alergi NRL merupakan penyebab kedua terjadinya reaksi anafilaksis selama operasi. Menciptakan lingkungan bebas lateks merupakan tindakan terpenting untuk meminimalkan kasus terserang sensitisasi lateks dan kemungkinan reaksi anafilaksis yang serius.

HASIL

Sebanyak 22 anak penderita SB yang lahir setelah implementasi peralihan ke non-lateks dievaluasi dan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang terdiri atas 15 anak yang lahir setelah September 1994 tanpa langkah pencegahan terhadap sensitisasi/alergi lateks. Kelompok pertama menunjukkan kejadian sensitisasi lateks sebanyak 4,5% (1/22) berbanding 26,7% di kelompok kontrol (4/15).

KESIMPULAN

Penggunaan lateks untuk prosedur diagnostik dan terapeutik menimbulkan risiko menonjol. Penggunaan sarung tangan non-lateks sebagai pencegahan primer menunjukkan penurunan laporan kejadian sensitisasi lateks hingga 6 kali lipat. Langkah pencegahan ini sebaiknya diterapkan pada anak lain yang diharuskan menjalani beberapa pembedahan, terutama jika operasi terjadi pada usia dini.

Download Clinical Summary as a PDF
By: A Bueno de Sá, R Faria Camilo Araujo, S Cavalheiro,2 M Carvalho Mallozi, D Solé

LATAR BELAKANG

Alergi lateks adalah penyebab alergi di tempat kerja. Artikel ini membahas prevalensi sensitisasi lateks dan faktor risikonya pada anak dan remaja penderita mielomeningokel.

GAMBARAN UMUM

Pasien mielomeningokel berisiko terserang sensitisasi dan alergi lateks bila menjalani berbagai prosedur bedah. Mielomeningokel sendiri dapat menimbulkan risiko sensitisasi.

HASIL

Lima puluh lima anak dan remaja berusia antara 9 bulan dan 14 tahun dievaluasi antara Oktober 2007 dan Oktober 2008 selama periode 6 bulan. Hasilnya menunjukkan bahwa 45% (25/55) pasien mengalami reaksi lateks, sebanyak 25% (14/55) di antaranya mengalami sensitisasi dan 20% (11/55) alergi terhadap lateks.

KESIMPULAN

Sensitisasi/alergi lateks sering ditemukan pada pasien mielomeningokel. Pengendalian paparan terhadap lateks merupakan rekomendasi utama untuk pasien yang alergi.

Download Clinical Summary as a PDF
By: C. Rendeli, E. Nucera, E. Ausili, F. Tabacco, C. Roncallo, E. Pollastrini, M. Scorzoni, D. Schiavino, M. Caldarelli and D. Pietrini

LATAR BELAKANG

Artikel ini membahas prevalensi sensitisasi dan alergi lateks pada anak-anak penderita mielomeningokel di Pusat Spina Bifida Policlinico Gemelli (Roma). Pasien-pasien ini kerap melakukan kontak dengan lateks melalui operasi berulang, kateterisasi, dan implan bahan lateks.

GAMBARAN UMUM

Pasien mielomeningokel berisiko terserang sensitisasi dan alergi lateks bila menjalani berbagai prosedur bedah. Prevalensi sensitisasi lateks pada anak-anak penderita SB tercatat tertinggi pada populasi umum.

HASIL

Sebanyak 60 pasien berusia antara 1 tahun hingga 22 tahun dievaluasi dengan rata-rata 4,3 prosedur bedah. Sebanyak 50% (29/60) pasien tersebut menunjukkan sensitisasi pada lateks dengan 15% (9/60) menunjukkan alergi klinis. Pasien penderita sensitisasi berisiko mengalami reaksi anafilaksis jika melakukan kontak dengan lateks.

KESIMPULAN

Implementasi ruang operasi bebas lateks dan pengadaan produk non-lateks untuk pasien spina bifida penting artinya untuk meminimalkan sensitisasi/alergi lateks. Karena tingginya tingkat sensitisasi, langkah profilaktik penting dilakukan guna menghindari paparan dan mencegah kejadian alergi yang berpotensi serius. Hal ini telah diimplementasikan di Pusat Spina Bifida Policlinico Gemelli.

Download Clinical Summary as a PDF
By: V.L. Phillips, Dphil, Martha A. Goodrich, MD, MPH, and Timothy J. Sullivan, MD

LATAR BELAKANG

Terdapat 8-17% prevalensi alergi lateks karet alam di tempat kerja. Banyak fasilitas kesehatan masih ragu untuk beralih menggunakan produk non-lateks karena biaya yang terkait dengan perubahan ini.

GAMBARAN UMUM

Tiga fasilitas kesehatan (Rumah Sakit Perawatan Tersier, Rumah Sakit Berbasis Masyarakat, dan Klinik Pasien Rawat Jalan) di Georgia dibandingkan dalam hal jumlah petugas yang harus dinonaktifkan sepenuhnya atau sebagian agar fasilitas ini mencapai “titik impas” untuk beralih dari sarung tangan lateks ke lingkungan aman bebas lateks. Biaya dan penggunaan sarung tangan, biaya diagnosis, biaya penonaktifan kerja, serta biaya lainnya yang dikecualikan dipertimbangkan dalam analisis.

HASIL

Jika hanya mempertimbangkan biaya dari sarung tangan lateks ke non-lateks, maka setiap fasilitas akan mengalami kenaikan biaya. Jika mempertimbangkan biaya sarung tangan non-lateks serta probabilitas/kemungkinan petugas kesehatan dinonaktifkan sebagian atau sepenuhnya karena alergi lateks karet alam, maka setiap fasilitas akan lebih untung dari segi biaya akibat beralih ke sarung tangan bebas lateks.

KESIMPULAN

Untuk Rumah Sakit Perawatan Tersier yang paling banyak menggunakan sarung tangan steril/non-steril, agar mencapai “titik impas” karena beralih ke lingkungan sarung tangan bebas lateks, sebanyak 1,07% (5 orang) dinonaktifkan sepenuhnya karena alergi lateks alam atau (lebih mungkin) 1,88% (9 orang) dinonaktifkan sebagian. Dengan melibatkan semua faktor yang ada, penelitian ini membuktikan bahwa lebih menguntungkan dari segi biaya bagi ketiga fasilitas ini agar beralih ke lingkungan aman dari lateks dengan menggunakan sarung tangan non-lateks.

By: Mathilde de Queiroz MD, Sylvie Combet MD, Jerome Berard MD PhD, Agnes Pouyau MD, Helene Genest RN, Pierre Mouriquand MD PhD and Dominique Chassard MD PhD

LATAR BELAKANG

Prevalensi alergi lateks karet alam (NRL) atau hipersensitivitas langsung pada anak-anak bervariasi tergantung pada populasi dan metodologi deteksi. Anak-anak dengan profil risiko alergi NRL yang tinggi meliputi penderita spina bifida, anak-anak yang pernah menjalani prosedur bedah saat baru lahir, dan anak-anak lain yang seringkali menjalani pembedahan. Pada tahun 1997, seorang anak berusia 2 tahun yang menjalani prosedur darurat kecil meninggal dunia karena syok anafilaksis lateks yang diikuti dengan dua kasus anafilaksis serius lainnya.

GAMBARAN UMUM

NRL umum ditemukan di rumah sakit yang berisiko mengancam jiwa. Alergi NRL merupakan penyebab kedua terjadinya reaksi anafilaksis selama operasi. Implementasi lingkungan bebas lateks merupakan strategi penting untuk meminimalkan kasus terserang sensitisasi lateks dan kemungkinan reaksi anafilaksis.

HASIL

Pada tahun 2002, rumah sakit menerapkan strategi penghindaran lateks. Lima tahun setelahnya, tidak ada lagi catatan kasus anafilaksis akibat lateks pada pasien atau petugas kesehatan, dalam lebih dari 25.000 prosedur bedah yang telah dilakukan. Biaya tambahan yang muncul dalam perubahan ke lingkungan non-lateks diimbangi oleh peniadaan pengujian alergen, berkurangnya rawat inap di rumah sakit karena kejadian alergi, dan berkurangnya kompensasi pekerja.

KESIMPULAN

Alergi NRL merupakan risiko kesehatan yang signifikan dan kontak dengan lateks sebaiknya dikurangi terutama pada bayi baru lahir, anak-anak, petugas kesehatan, dan semua penderita atopi. Penghindaran lateks sepenuhnya di ruang operasi dan area perioperatif merupakan langkah yang paling efektif.

Download Clinical Summary as a PDF
By: Robert H. Brown, M.D., M.P.H.; Mary A. McAllister, M.A.; Ann-Michele Gundlach, Ed. D.; Robert G. Hamilton, Ph.D.

LATAR BELAKANG

Johns Hopkins Medical Institutions mulai beralih ke lingkungan bebas lateks pada tahun 1997 dengan membentuk gugus tugas Bebas Lateks. Setelah bertahun-tahun mempertimbangkan semua variabel, lembaga tersebut memulai peralihan non-lateks pada dua produsen sarung tangan berlainan dan 5 sarung tangan non-lateks berbeda pada Mei 2007.

GAMBARAN UMUM

Artikel ini menjelaskan perjalanan John Hopkins melalui implementasi lingkungan bebas lateks. Bukan hanya produk (Sarung Tangan) yang berubah, perubahan juga mencakup kesepakatan, edukasi berkelanjutan, keterlibatan personel, dan pelatihan.

HASIL

Johns Hopkins mempertimbangkan beberapa cara alternatif baru untuk membuat fasilitasnya beralih sepenuhnya menggunakan Sarung Tangan Steril Non-Lateks. Lembaga ini menjajaki peluang pemasok produsen tunggal, mendapatkan dukungan organisasi secara menyeluruh, dan persetujuan pemuka profesional pembedahan. Lembaga ini mengirimkan Undangan Tender kepada 4 produsen sarung tangan dan akhirnya memilih 2 peserta tender termurah untuk dievaluasi. Setelah evaluasi, lembaga ini memutuskan untuk menggunakan kedua perusahaan tersebut.

KESIMPULAN

Pada proses evaluasi kedua produsen sarung tangan itu, sebanyak 412 petugas kesehatan mengisi 608 formulir evaluasi. Terdapat tingkat penerimaan keseluruhan yang tinggi pada sarung tangan steril bebas lateks. Jika hanya satu produsen yang dipilih, sebanyak 25% staf tidak akan puas dengan produsen yang dipilih. Melalui persetujuan pimpinan, edukasi berkelanjutan, pengawasan, dan pendekatan sistematis pada lingkungan bebas lateks, Johns Hopkins mampu melakukan perubahan budaya untuk menjadi lebih baik.

Download Clinical Summary as a PDF
By: Lauren Y. Cao, BS: James S. Taylor, MD; Apra Sood, MD; Debora Murray, LPA; Paul D. Siegel, PhD

LATAR BELAKANG

Salah satu penyebab terbesar dermatitis kontak terkait dengan sarung tangan karet. Kasus ini terutama umum dialami petugas kesehatan.

GAMBARAN UMUM

Penelitian ini mengamati bahwa dermatitis kontak alergi (ACD) tidak hanya disebabkan oleh sarung tangan karet, tetapi juga terjadi pada produk non-lateks. Sebagian besar alergi kontak terkait dengan akselerator yang digunakan pada karet untuk mempercepat proses vulkanisasi.

HASIL

Sebanyak 626 pasien diuji pada rentang waktu antara 1/5/07 hingga 31/5/09. Dari 626 pasien, sebanyak 23 pasien terbukti positif menderita dermatitis akibat 1 zat kimia atau lebih yang ditemukan dalam sarung tangan karet. Banyak ragam akselerator zat kimia yang ditemukan dalam sarung tangan dapat menjadi penyebab ACD pada pasien. Sejak pertengahan tahun 1990-an, penyebab terbesar sensitisasi, Thiuram, terlihat menurun, sebaliknya campuran carba, ZDEC, ZBDC, dan DPG terlihat meningkat. Seiring pencarian cara alternatif oleh produsen untuk menurunkan atau menghentikan penggunaan zat kimia akselerator tertentu, akselerator lain juga mulai digunakan.

KESIMPULAN

Satu-satunya cara untuk menyembuhkan ACD yang didiagnosis disebabkan oleh zat kimia karena penggunaan sarung tangan adalah menggunakan sarung tangan bebas alergen yang positif memicu alergi pasien, dan/atau menghentikan penggunaan sarung tangan. Uji tempel tampaknya adalah cara terbaik untuk mengungkap semua zat kimia yang mungkin terpapar dan menimbulkan reaksi pada pasien. Perubahan dari ACD dan sensitisasi terhadap akselerator sarung tangan karet dari thiuram ke campuran carba paling sering terjadi di lingkungan fasilitas kesehatan.

Download Clinical Summary as a PDF
By: Ann Ponten, Nils Hamnerius, Magnus Bruze, Christer Hansson, Christina Persson, Cecilia Svedman, Kirsten Thorneby Andersson, and Ola Bergendorff

LATAR BELAKANG

Selama beberapa tahun terakhir, staf ruang operasi, seperti dokter bedah dan perawat bedah melihat adanya peningkatan kasus dermatitis kontak pada tangan di tempat kerja. Sifat kimia aditif karet yang ditemukan pada sarung tangan bedah dicurigai berpotensi menjadi indikator.

GAMBARAN UMUM

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pasien yang didiagnosis menderita dermatitis kontak di tempat kerja karena sarung tangannya. Bagian kedua penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi sarung tangan yang digunakan pasien, sarung tangan seri standar, dan seri karet. Untuk penelitian ini, digunakan metode uji tempel. Bagian dalam dan luar sarung tangan juga dianalisis.

HASIL

Sebanyak 7 dari 8 pasien bereaksi terhadap cetylpyridinium chloride. Sebanyak 8 dari 16 pasien menunjukkan reaksi alergi terhadap campuran thiuram. Sebanyak 12 dari 16 pasien mengalami reaksi alergi terhadap DPG. Baik Cetylpyridinium maupun DPG ditemukan di bagian dalam maupun luar sarung tangan, tetapi mempunyai konsentrasi yang lebih kuat di bagian dalam sarung tangan. Sebagian besar pasien telah menekuni profesi mereka saat ini selama beberapa dekade dan hanya dalam beberapa bulan terakhir melaporkan menderita dermatitis tangan.

KESIMPULAN

Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perubahan pada bahan sarung tangan karena alergi lateks menjadi sarung tangan bebas lateks sayangnya tidak menurunkan risiko sensitivitas terhadap akselerator karet yang ditemukan dalam sarung tangan. Akselerator karet DPG, dan cetylpyridinium chloride, yang merupakan pelumas, ditemukan sebagai reaksi positif dari kemungkinan penyebab dermatitis kontak di tempat kerja.

Download Clinical Summary as a PDF
By: Johannes Geier, Holger Lessman, Vera Mahler, Ute Pohrt, Wolfgang Uter, and Axel Schnuch

LATAR BELAKANG

Alergi yang berasal dari sarung tangan karet dan menyebabkan dermatitis kontak sangat diyakini terkait dengan akselerator. Dari semua alergen yang teridentifikasi, Thiuram adalah yang tersering, disusul oleh ditiokarbamat sebagai penyebab umum kedua.

GAMBARAN UMUM

Penelitian ini mengamati data dari Jaringan Informasi Departemen Dermatologi (IVDK) dari 2002-2010. Penulis mencari tahu apakah terdapat pola pada pasien yang mengalami dermatitis kontak alergi melalui sarung tangan karet.

HASIL

7 Dari tahun 2002-2010; 93.615 pasien diuji. 14.148 (15,1%) pasien didiagnosis menderita dermatitis di tempat kerja. Dari 14.148 pasien, sebanyak 3.448 (24,4%) pasien di antaranya diberikan pengujian tambahan untuk mengetahui apakah para pasien bereaksi terhadap alergi sarung tangan. Sebanyak 3.448 pasien menjalani uji tempel alergen umum yang digunakan dalam produksi sarung tangan untuk meningkatkan elastisitas sarung tangan. Alergen tersebut adalah campuran Thiuram (1%), ZDEC (1%); MBT (2%) dan campuran mercapto (1%). Thiuram merupakan alergen paling umum, yakni sebanyak 13,0%.

KESIMPULAN

Produsen sarung tangan sangat dianjurkan dan wajib untuk membubuhkan label akselerator kimiawi pada kemasan sarung tangan. Selama 17 tahun terakhir, akselerator penyebab alergi kontak yang ditemukan di sarung tangan elastis masih ada dan tetap belum berubah. Untuk itu, dianjurkan agar sarung tangan bebas thiuram diperkenalkan ke pasar, yang diharapkan mampu mencegah sensitisasi thiuram lebih lanjut.

Download Clinical Summary as a PDF
By: Margo J. Bendewald, Sara A. Farmer, and Mark D.P. Davis

LATAR BELAKANG

Terdapat peningkatan berkelanjutan pada alergi kontak dermatitis akibat zat kimia yang ditemukan dalam karet. Karet sintetis (non-lateks) merupakan bahan yang semakin umum digunakan dalam produk medis dan rumah tangga karena alergi sensitivitas lateks. Alergen karet kini merupakan penyebab penting dermatitis kontak alergi.

GAMBARAN UMUM

Penulis melakukan penelitian uji tempel pada pasien sejak 1 Januari 2000 hingga 31 Desember 2007. Pasien menjalani uji tempel dengan deretan alergen standar dan deretan alergen karet khusus. Semua pasien sebelumnya dicurigai menderita alergi kontak dermatitis dan dirujuk ke Mayo Clinic untuk menjalani uji tempel. Tujuan penelitian ini adalah untuk melaporkan hasil dari alergen standar dan deretan alergen karet khusus untuk mengungkap total tingkat reaksi alergi karet dari uji tempel.

HASIL

Lokasi dermatitis kontak alergi yang paling umum adalah tangan (49,7%) dan pekerjaan pasien penderita dermatitis yang paling umum adalah petugas kesehatan (16,3%). Pasien diuji dengan seri alergen karet sebanyak 27 alergen dan seri standar yang meliputi 6 alergen karet. Dari 773 pasien, sebanyak 739 pasien diuji dengan alergen standar maupun karet. Sebanyak 245 (31,7%) pasien mengalami reaksi positif terhadap minimal satu alergen karet. Dalam seri karet, 4,4-dithiodimorpholine 1% memberikan reaksi positif dalam jumlah terbesar (9,8%). Tingkat reaksi alergi kedua tertinggi berasal dari campuran thiuram, yakni 7,6%.

KESIMPULAN

Saat deretan alergen karet khusus digunakan dalam penelitian ini, jumlah pasien yang mengalami hasil uji tempel positif naik dua kali lipat ketika mendiagnosis alergi karet. Pertimbangan seharusnya diberikan terutama pada deretan alergen karet khusus saat menguji pasien untuk kasus alergi karet dermatitis kontak alergi.

Download Clinical Summary as a PDF
By: Marie Baeck, Benedicte Cawet, Dominique Tennstedt and An Goossens

LATAR BELAKANG

Sarung tangan bedah lateks ditiadakan dan digantikan dengan sarung tangan non-lateks (Esteem micro; Medline international). Sejak hal ini diimplementasikan, rumah sakit mengalami kenaikan kejadian alergi kontak pada dokter bedah, perawat di ruang operasi, dan dokter spesialis anestesi. Mayoritas petugas kesehatan ini tidak mempunyai riwayat dermatitis tangan sebelumnya meski telah bekerja selama berpuluh tahun.

GAMBARAN UMUM

Artikel ini membahas peningkatan alergi kontak dari Cliniques Universitaires Saint-Luc dan University Hospital KU Leuven (Belgia) setelah mengganti sarung tangan lateksnya dengan sarung tangan non-lateks. Baik sarung tangan lateks maupun non-lateks mengandung aditif karet.

HASIL

Delapan petugas di ruang operasi dari dua rumah sakit menderita eksim di tangan pada periode Desember 2010 hingga Oktober 2011 terkait penggunaan sarung tangan non-lateks (Esteem Micro). Uji tempel menunjukkan reaksi positif pada sarung tangan. Zat 1,3-Difenilguanidin (DPG) tidak dianggap sebagai penyebab sensitisasi yang umum, tetapi, dalam sampel ini sebanyak 62,5% (5/8) pasien bereaksi terhadap zat kimia ini tahun lalu karena penggunaan sarung tangan non-lateks. Penjelasan yang mungkin untuk peningkatan alergi sarung tangan non lateks adalah penggunaan cetylpiridinium chloride, juga merupakan iritan, yang dapat meningkatkan risiko sensitisasi pada aditif karet atau penggunaan akselerator kimiawi dengan konsentrasi lebih tinggi.

KESIMPULAN

Terdapat kenaikan tingkat alergi kontak alergi setelah peralihan dari sarung tangan lateks ke non-lateks (Esteem micro). DPG terlibat dalam sebagian besar kasus ini dan kasus ini bersamaan dengan laporan baru lainnya yang menyatakan peningkatan alergi kontak yang disebabkan oleh 1,3-Difenilguanidin

Download Clinical Summary as a PDF
By: G. Piskin, M. M. Meijs, R. van der Ham and J. D. Bos

LATAR BELAKANG

Zat kimia digunakan dalam produksi sarung tangan karet dan dapat menyebabkan penggunanya terkena dermatitis tangan di tempat kerja dan di luar tempat kerja.

GAMBARAN UMUM

Terdapat peningkatan menonjol baru-baru ini dalam jumlah petugas ruang operasi yang dirujuk untuk kasus dermatitis tangan di tempat kerja pada Pusat Medis Akademik Universitas Amsterdam (Belanda).

HASIL

Lima petugas di ruang operasi dirujuk ke departemen dermatologi antara April dan Juni 2005. Sebanyak 80% (4/5) petugas menunjukkan reaksi positif terhadap 1,3-difenilguanidin (DPG) dan ini merupakan penyebab paling umum untuk alergi kontak dermatitis terkait zat kimia karet. Zat kimia ini digunakan secara umum dalam sarung tangan industri dibandingkan sarung tangan karet, yang akan menjelaskan sensitivitasnya yang lebih rendah dalam penelitian sebelumnya. Akan tetapi, sejak 2001, di rumah sakit ini, sarung tangan lateks secara bertahap digantikan dengan sarung tangan non-lateks, yang mengandung DPG, dan mungkin menjelaskan kenaikan ini.

KESIMPULAN

Zat 1,3-Difenilguanidin (DPG) merupakan penyebab paling umum untuk alergi kontak dermatitis yang terkait dengan zat kimia karet yang dilaporkan dalam artikel ini, tetapi ukuran sampelnya kecil.

Download Clinical Summary as a PDF

Bergabunglah dengan Percakapan